Senin, 17 Juni 2013

produksi dalam pandangan islam


PENDAHULUAN

Setelah kita mempelajari teori permintaan pada bab sebelumnya, maka disini kami akan membahas lebih jauh tentang masalah produksi. Yang mana kegiatan produksi merupakan mata rantai yang terkait dengan kegiatan ekonomi yang lain seperti konsumsi, distribusi, maupun investasi. Dalam pengertian sederhana, produksi berarti menghasilkan barang atau jasa. Sedangkan menurut ilmu ekonomi, pengertian ekonomi adalah kegiatan menghasilkan barang maupun jasa atau kegiatan menambah nilai kegunaan atau manfaat suatu barang. Selain itu kegiatan produksi juga mempunyai tujuan diantaranya yaitu: menghasilkan barang atau jasa, meningkatkan nilai guna barang atau jasa, memperluas lapangan usaha, serta untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Berdasarkan pengertian dan tujuan dari kegiatan produksi tentunya manusia berusaha apa yang merupakan kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi secara baik atau mendekati kemakmuran. Dalam Islam, setiap orang dituntut untuk mengerahkan seluruh potensinya untuk melakukan kerja yang produktif, dan selama seseorang masih mampu bekerja (salah satu kegiatan produksi) bukan saja dianjurkan tetapi dijadikan sebagai kewajiban relegius. Oleh karena itu kerja adalah salah satu bentuk upaya manusia dalam rangka mendapatkan kepemilikan yang menjadikan hak milik pribadi yang dihormati.
Dan untuk lebih jelasnya lagi, di sini kami akan membahas lebih lanjut tentang masalah produksi, diantaranya yaitu tentang produksi dalam pandangan Islam, serta prinsip-prinsip produksi dalam ekonomi Islam, perilaku produsen dan faktor-faktor produksi.







PEMBAHASAN

A.    Produksi Dalam Pandangan Islam
Pemahaman produksi dalam Islam memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam pengembangan faktor-faktor sumber yang diperbolehkan dan melipat gandakan income dengan tujuan kesejahteraan masyarakat, menopang eksistensi serta ketinggian derajat manusia.[1] Sedangkan prinsip dasar ekonomi islam adalah keyakinan pada Allah SWT. Sebagai Robb dari alam semesta.[2] Rabb, yang sering diterjemahkan “Tuhan” dalam bahasa Indonesia, memiliki makna yang sangat luas, mencangkup antara lain pemelihara (al-murobbi), penolong (al-nashir), pemilik (al-malik) dll. Konsep ini bermakna bahwa ekonomi islam berdiri di atas kepercayaan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pemilik dan pengendali alam raya yang dengan takdir-NYA menghidupkan, mematikan serta mengendalikan alam dengan ketetapan-NYA (Sunatullah).[3]
Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolute dari Allah Rabb semesta alam, maka konsep produksi dalam ekonomi islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat. Sebagaimana diterangkan pada QS. Al-Qashash:77, ayat ini mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan akhirat tanpa melupakan urusan dunia. Artinya, urusan dunia merupakan sarana untuk memperoleh kesejahteraan akhirat.[4]
B.    Prinsip-Prinsip produksi dalam ekonomi islam
Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW. Memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:
1.     Tugas manusia dimuka bumi adalah sebagai kholifah Allah yaitu memakmurkan bumi dan amalannya
2.     Islam selalu mendorong kemajuan dibidang produksi
3.     Tehnik produksi diserahkan pada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda: “kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”
4.     Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama islam menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat.[5]
C.   Perilaku Produsen Muslim
1.     Motif dan Tujuan Produsen Muslim
Fungsi manusia sebagai kholifah dibumi mempunyai implikasi bahwa manusia boleh memiliki dan menguasai sumber daya yang terdapat didalamnya dalam cara mengupayakannya dalam bentuk bekerja. Dalam bekerja tersebut harus berpegang pada aturan yang ditetapkan oleh Allah agar prinsip bertanggung jawab baik kepada pihak lain didunia maupun kepada Allah yang memberikan mandate diakhirat. Islam pun menganggap kerja sebagai cara yang paling utama untuk mencari rizki dan merupakan tiang utama produksi.[6]
Dengan demikian maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa motif bekerja (berproduksi) dalam islam adalah:
a)     Memenuhi anjuran agama (ibadah), karena islam sangat mengutuk tindakan menganggur.
b)    Memenuhi kebutuhan untuk mencapai derajat yang mulia (keuntungan dunia dan akhirat).[7]
c)     Menegakkan fungsi sebagai duta Allah (kholifah) dimuka bumi dan semangat kerja sama antar manusia.
d)    Keyakinan bahwa Allah menciptakan dunia bagi manusia dengan tujuan agar manusia dapat memakmurkan dan mengambil manfaatnya.[8]
2.     Norma dan Etika Produsen Muslim
Masalah norma dan etika yang harus dipegang oleh produsen muslim, para ulama dan pemikir islam berbeda pendapat. Namun semua mengerucut pada suatu kaidah yaitu: “segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalah adalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Artinya produsen diberikan kebebasan untuk melakukan segala aktivitas produksi delama tidak menyimpang dari aturan syara’.[9]
Sama halnya dengan perilaku konsumen muslim, perilaku produsen muslim harus tetap mengacu pada prinsip dan karakteristik ekonomi islam. Menurut Ely Maskuroh, dalam bukunya beliau merumuskan norma dan etika yang harus dipegang dalam aktivitas produksi seorang muslim adalah mengacu pada prinsip nilai:
a.     Kebebasan berusaha dalam lingkaran halal. Hal ini berarti bahwa seorang produsen muslim diberi kebebasan berusaha selaku kholifah dalam bentuk produktifitas apa saja selama output yang dihasilkan mempunyai nilai manfaat atau maslahah bagi konsumen yang menikmati baik lair maupun batin.
b.     Self and social oriented. Jika seorang produsen mempunyai tujuan untuk memperoleh tingkat keuntungan individu  dan social, dalam bentuk kerjasama yang dibenarkan syara’ dimana disana terdapat pembagian keuntungan bagi pihak-pihak yang terkait dalam usaha.
c.     Konsep Sustainable and Development yaitu dimana perilaku konsumen muslim harus berpegang pada nilai kesinambungan dan perkembangan.
d.     Pertanggungjawaban dunia dan akhirat. Nilai yang terkandung dalam Responsibility disini berarti bahwa aktifitas produksi atau produsen muslim dalam seluruh aktivitasnya, menyangkut perlakuan terhadap factor produksi dengan penetapan konpensasi yang adil baik dalam penetapan upah tenaga kerja maupun penetapan harga dan juga laba, keshahihan produknya.[10]
D.   Faktor-Faktor produksi
1.     Sumber Daya Alam
Pada dasarnya alam dan tenaga kerja merupakan factor produksi asli, yang hakekatnya tidak sama dengan modal yang didapat dari aktivitas tenaga kerja  dan sumber daya alam. Alam yang mencangkup segala isinya diperuntukkan kepada manusia untuk dikelola dengan baik dan benar, selain sebagai anugrah juga merupakan amanah yang wajib dijaga, serta ujian bagi manusia.[11]
Yang termasuk kekayaan alam meliputi:
a.   Tanah dan keadaan iklim
b.   Kekayaan hutan
c.   Kekayaan di bawah tanah (bahan pertambangan)
d.   Kekayaan air, sebagai sumber tenaga penggerak, untuk pengangkutan, sebagai sumber bahan makanan (perikanan), sebagai sumber pengairan.[12]
2.     Tenaga Kerja (SDM)
Yang termasuk tenaga kerja yaitu semua yang bersedia dan sanggup bekerja. Berdasarkan umur tenaga kerja dibagi menjadi 3 yaitu:
a.     Penduduk dibawah usia kerja; dibawah 15 tahun
b.     Golongan antara 15-64 tahun
c.     Golongan yang sebenarnya sudah melebihi umur kerja, di atas 64 tahun
Berdasarkan tingkatan (kualitasnya) terbagi menjadi tiga:
a.     Tenaga kerja terdidik, yaitu tenaga kerja yang memperoleh pendidikan baik formal maupun nonformal. Contoh: Guru, Dokter dll.
b.     Tenaga kerja terlatih, yaitu tenaga kerja yang memperoleh keahlian berdasarkan latihan dan pengalaman. Contoh: montir, tukang kayu
c.     Tenaga kerja tak terdidik dan tak terlatih, yaitu tenaga kerja yang mengandalkan kekuatan jasmani daripada rohani. Contohnya: tenaga kuli pikul, tukang sapu dll.[13]
3.     Modal
Menurut pengertian Ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lebih lanjut. Misalkan orang membuat jala untuk mencari ikan. Dalam hal ini jala merupakan barang modal, karena jala merupakan hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lain (ikan).[14]
Modal dibedakan menjadi dua:
a.     Modal financial. Produksi dengan menggunakan modal jenis ini tampak dalam beberapa criteria
1.   Terdapat dua orang yang mengadakan kerjasama dalam bentuk penggabungan modal bersama
2.   Terjadi penggabungan modal dan tenaga
3.   Terjadi penggabungan modal, namun pelaksana investasi hanya dipercayakan kepada salah seorang saja
4.   Tenaga dua orang yang sepakat melakukan usaha bersama, dengan modal hanya berasal dari salah satu pihak saja
5.   Seseorang yang memiliki sejumlah harta kemudian dikembangkan dengan melakukan jual beli
b.     Modal barang. Berasal dari seseorang yang bekerja dan mempunyai kekayaan berupa alat-alat dan barang-barang tertentu.[15]
Modal dapat dibedakan menurut:
a.     Kegunaan dalam proses produksi
1)    Modal tetap adalah barang-barang modal yang digunakan berkali-kali dalam proses produksi. Contoh: gedung, mesin-mesin pabrik.
2)    Modal lancer adalah barang-barang modal yang habis sekali pakai dalam proses produksi. Contoh: bahan baku.
b.     Bentuk modal
1)    Modal konkret (nyata) adalah modal yang dapat dilihat secara dalam proses produksi. Contoh: mesin, bahan baku, gedung pabrik.
2)    Modal abstrak (tidak nyata) adalah modal yang tidak dapat dilihat tetapi mempunyai nilai dalam perusahaan. Contoh: nama baik perusahaan dan merek produk.[16]
4.     Management
Management dalam perkembangannya juga dapat dikatakan sebagai bentuk keahlian dan turunan dari factor tenaga kerja karena didalamnya mengandung nilai yang dianjurkan dalam islam.
Keberadaan managenet dalam suatu aktivitas sangat diperlukan jika mengharapkan suatu peningkatan hasil produksi secara efektif dan efisiensi. Salah satu unsur penting dalam management adalah perlunya seorang manager (pimpinan) dalam suatu pekerjaan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa, apabila tiga orang muslim mengadakan perjalanan, maka harus memilih satu orang diantara mereka sebagai pemimpin untuk bertindak mengatur segala sesuatu dalam perjalanan tersebut. Hadist ini menurut Syaukani berlaku bagi segala bentuk pekerjaan atau usaha.[17]
5.     Teknologi
Merupakan ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia.
Landasan teoritik sekaligus yuridis yang mendukung gagasan teknologi dijadikan sebagai factor produksi adalah merujuk pada kandungan Al Qur’an yang menempatkan uregensi penguasaan ilmu pengetahuan demi pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia.
Gagasan Al Qur’an dalam surat Ar Rahman:33 dan Al Jasiyah:11 melahirkan dua konsep pemikiran tentang teknologi:
1.     Pada tataran teoritis normative penempatan teknologi sebagai factor produksi dapat menciptakan kemaslahatan manusia yang sesuai dengan maqasid as-Syariyah karena terciptanya efisiensi alam kegiatan produksi.
2.     Pada tataran praktis, penggunaan teknologi sebagai factor pokok produksi dapat mengatasi masalah kelangkaan relative sumber daya ekonomi.[18]











KESIMPULAN

1.     Produksi Dalam Pandangan Islam
Produksi dalam islam memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam pengembangan factor-faktor sumber yang diperbolehkan dan melipat gandakan income dengan tujuan kesejahteraan masyarakat, menopang eksistensi serta ketinggian derajat manusia.
2.     Prinsip-prinsip produksi dalam ekonomi islam
Sesuai dalam Al Qur’an dan Hadist Rasulullah yang memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi:
a)   Manusia sebagai khalifahan
b)  Islam selalu mendorong kemajuan dibidang produksi
c)   Teknik produksi diserahkan pada keinginan dan kemampuan manusia
d)  Agama islam menyukai kemudahan, menghindari kemudaratan dan memaksimalkan manfaat.
3.     Perilaku Produsen Muslim
a.     Motif dan tujuan produsen muslim
b.     Norma dan etika produsen muslim
4.     Factor-faktor produksi
a.     Sumber daya alam
b.     Tenaga kerja (SDM)
c.     Modal
d.     Management
e.     Teknologi










DAFTAR PUSTAKA

Adwin Nasution, Mustafa. 2007. Pengenalan Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.
Husain at-Tariqi, Abdullah Abdul. 2004. Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar, dan Tujuan. Terj. M. Irfan Syofwani. Yogyakarta: Magistra Insania Press.
Maskuroh, Ely. 2008. Pengantar Teori Ekonomi. Ponorogo:STAIN Ponorogo Press.
Suprayitno, Eko. 2008. Ekonomi Mikro Perspektif Islam Malang: UIN-MALANG Press.




            [1] Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Terj. M. irfan Syofwani, Ekonomi Islam: Prinsip, Dasr dan Tujuan (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004), 159.
            [2] Mustafa Adwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), 104.
            [3] Ibid.
            [4] Ibid.
            [5] Ibid., 110-111.
            [6] Ely Masykurah, Pengantar Teori Ekonomi, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2008), 194-195.
            [7] Ibid.
[8] Abdullah, Ekonomi, 163-167.
[9] Ely, Teori Ekonomi, 205.
            [10] Ibid., 206-207.
            [11] Ibid., 188-189.
            [12] Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), 162.
            [13] Ibid., 162-163.
            [14] Ibid., 163.
            [15] Abdullah, Ekonomi, 174-176.
            [16] Ibid., 164.
            [17] Ely, Pengantar Ekonomi, 192.
            [18] Ibid., 193-194.

1 komentar:

  1. Saya Ibu Queen Daniel, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada indaividu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (queendanielloanfirm@gmail.com) atau (queendanielloanfirm@yahoo.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.

    BalasHapus